Selasa, 04 Maret 2008

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCE SCORECARD (BSC)

A. RINGKASAN
1. Judul Penelitian
“ Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Balance Scorecard (BSC)”
2. Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo
3. Ikhtisar Penelitian Tugas Akhir
Pasar global dan persaingan usaha yang semakin kompetitif tersebut membawa dampak yang besar dalam hubungan antar perusahaan mengakibatkan konsumen lebih kritis dan mempunyai tuntutan yang lebih. Sebagai contoh pada perusahaan jasa telekomunikasi, pelanggan tidak sekedar menginginkan produk atau jasa berkualitas dengan harga murah tetapi juga mengharapkan adanya fasilitas-fasilitas tambahan dan layanan pelanggan (customer service) yang unggul. Untuk menjadi produk unggulan diperlukan strategi yang tepat serta perencanaan yang matang dari manajemen guna mencapai tujuan strategis perusahaan. Oleh karena itu peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap kinerja DIVRE V Jawa Timur sebagai unit kerja yang bertugas untuk memantau gangguan telepon pelanggan. Pengukuran kinerja di DIVRE V Jawa Timur ini dirasa penting karena hasil unit ini sangat berpengaruh terhadap revenue yang akan diperoleh perusahaan. Apabila satu nomor telepon rusak maka perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pelanggan. Dari penelitian ini nantinya akan didapatkan bagaimana kinerja inti bisnis tersebut sehingga bisa dirancang suatu bentuk pengukuran kinerja yang sesuai.
Pengukuran kinerja salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan. Pengukuran tersebut, misalnya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan serta sebagai dasar penyusunan imbalan dalam perusahaan. Untuk memenangkan persaingan global yang semakin ketat ini, kinerja sebuah organisasi haruslah mencerminkan peningkatan dari satu periode ke periode berikutnya. Selama ini, pengukuran kinerja secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan. Manajemen yang berhasil mencapai tingkat keuntungan / return on investment yang tinggi akan dinilai berhasil dan memperoleh imbalan yang baik dari perusahaan. Akan tetapi, memulai kinerja perusahaan semata-mata dari aspek keuangan dapat menyesatkan. Pengukuran kinerja yang digunakan oleh PT Telkom saat ini adalah MBNQA (Malcom Bridge National Quality Award) yang mengakomodasikan kepada kualitas manajemen. Hal ini terkait dengan keputusan menteri negara pendayagunaan BUMN RI mengenai kinerja BUMN dimana pengukuran kinerja ini mencakup tiga aspek yaitu financial performance, coparation performance, dan stakeholder benefit. Pengukuran kinerja ini lebih bersifat kepada pemenuhan kebutuhan para stakeholder (pihak eksternal perusahaan).
Keuntungan dari metode pengukuran kinerja berdasarkan Balance Scorecard adalah karena pendekatan ini berusaha untuk menerjemahkan visi dan strategi suatu perusahaan kedalam tujuan (objectives) dan pengukuran kinerja (performance measurement). Tujuan dan pengukuran kinerja tersebut dibuat strukturnya kedalam empat perspektif Balance Scorecard. Kekuatan lain dari model Balance Scorecard adalah memungkinkan untuk menyusun suatu program peningkatan yang akan membantu perusahaan untuk dapat bertahan hidup dalam jangka panjang yaitu melalui perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Oleh karena tujuan dan pengukuran kinerja ini diturunkan langsung dari visi dan strategi, maka organisasi yang mempunyai visi dan strategi yang berbeda tentunya akan menggunakan pengukuran kinerja yang berbeda pula.
ROCE (Return On Capital Employeed) merupakan pengukuran dari perspektif keuangan. Ukuran ini merupakan hasil dari penjualan yang terus berkembang dan berulang dari pelanggan yang ada dan mencerminkan tingginya tingkat loyalitas diantara pelanggan, hal ini menjadi ukuran dari perspektif pelanggan. Bagaimana cara suatu perusahaan mencapai loyalitas pelanggan? Analisa terhadap preferensi pelanggan mengungkap bahwa ketepatan waktu yang penyampaian pesanan merupakan salah satu faktor yang mempertinggi customer value. Untuk memperbaiki waktu penyampaian, perusahaan harus mampu memperpendek waktu siklus produksi dan meningkatkan kualitasnya melalui proses internal. Kedua faktor tersebut adalah faktor pengukuran dalam prespektif proses bisnis internal. Perusahaan dapat memperbaiki kualitas dan mengurangi waktu siklus operasi antara lain dengan jalan melakukan pelatihan dan perbaikan tingkat keahlian pekerja
4. Tempat Penelitian
PT. Telkom Divisi Regional V Jawa Timur
5. Lama Penelitian
Penelitian tugas akhir ini direncanakan dan akan dilaksanakan dalam kurun waktu 4 bulan.

B. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan dunia bisnis, persaingan sangat ketat serta adanya kebijakan pasar bebas mengakibatkan banyaknya perusahaan yang dulunya bersifat monopoli harus menata kembali perencanaannya. Pada penelitian tugas akhir ini, peneliti mengambil studi kasus di perusahaan jasa yaitu di PT. Telkom. Sebagai salah satu BUMN yang dulu bersifat monopoli maka perusahaan ini dalam operasionalnya dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam hal ini pengguna telepon atau pelanggannya, disamping tujuan utamanya yaitu mencari keuntungan. Saat ini banyak sekali pesaing yang selalu bermunculan untuk bidang bisnis yang sama.
Perkembangan dunia bisnis saat ini masih diwarnai oleh banyaknya perusahaan yang masih menggunakan atau hanya memperhatikan bisnisnya dari dimensi keuangan sedangkan dimensi-dimensi yang berpengaruh dalam pengembangan bisnis tidak begitu diperhatikan. PT Telkom tidak hanya bergerak dibidang penyelenggara jasa telpon namun juga berubah pada dunia infokom sesuai dengan visinya yaitu sebagai perusahaan infokom terdepan. Untuk mewujudkan visinya tersebut diperlukan strategi perencanaan yang matang, oleh karena itu diperlukan pengukuran kinerja perusahaan yang efektif.
Pasar global dan persaingan usaha yang semakin kompetitif tersebut membawa dampak yang besar dalam hubungan antar perusahaan mengakibatkan konsumen lebih kritis dan mempunyai tuntutan yang lebih. Sebagai contoh pada perusahaan jasa telekomunikasi, pelanggan tidak sekedar menginginkan produk atau jasa berkualitas dengan harga murah tetapi juga mengharapkan adanya fasilitas-fasilitas tambahan dan layanan pelanggan (customer service) yang unggul. Untuk menjadi produk unggulan diperlukan strategi yang tepat serta perencanaan yang matang dari manajemen guna mencapai tujuan strategis perusahaan. Oleh karena itu peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap kinerja DIVRE V Jawa Timur sebagai unit kerja yang bertugas untuk memantau gangguan telepon pelanggan. Pengukuran kinerja di DIVRE V Jawa Timur ini dirasa penting karena hasil unit ini sangat berpengaruh terhadap revenue yang akan diperoleh perusahaan. Apabila satu nomor telepon rusak maka perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pelanggan. Dari penelitian ini nantinya akan didapatkan bagaimana kinerja inti bisnis tersebut sehingga bisa dirancang suatu bentuk pengukuran kinerja yang sesuai.
Pengukuran kinerja salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan. Pengukuran tersebut, misalnya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan serta sebagai dasar penyusunan imbalan dalam perusahaan. Untuk memenangkan persaingan global yang semakin ketat ini, kinerja sebuah organisasi haruslah mencerminkan peningkatan dari satu periode ke periode berikutnya. Selama ini, pengukuran kinerja secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan. Manajemen yang berhasil mencapai tingkat keuntungan/return on investment yang tinggi akan dinilai berhasil dan memperoleh imbalan yang baik dari perusahaan. Akan tetapi, memulai kinerja perusahaan semata-mata dari aspek keuangan dapat menyesatkan. Pengukuran kinerja yang digunakan oleh PT Telkom saat ini adalah MBNQA (Malcom Bridge National Quality Award) yang mengakomodasikan kepada kualitas manajemen. Hal ini terkait dengan keputusan menteri negara pendayagunaan BUMN RI mengenai kinerja BUMN dimana pengukuran kinerja ini mencakup tiga aspek yaitu financial performance, coparation performance, dan stakeholder benefit. Pengukuran kinerja ini lebih bersifat kepada pemenuhan kebutuhan para stakeholder (pihak eksternal perusahaan).
Kinerja keuangan yang baik saat ini kemungkinan dicapai dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya, kinerja keuangan yang kurang baik dalam jangka pendek dapat terjadi karena perusahaan melakukan investasi-investasi demi kepentingan jangka panjang perusahaan. Mengatasi kekurangan ini, ditambah dengan kenyataan berapa aktiva perusahaan diera informasi ini lebih didominasi oleh intangible assets yang tak terukur, maka penulis mencoba mengaplikasikan suatu metode pengukuran kinerja yang melihat suatu kinerja dari empat aspek atau perspektif yakni perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif internal bisnis, dan perspektif pertumbuhan dan perkembangan. Keempat perspektif tersebut dikenal dengan metode Balanced Scorecard, yang mana merupakan uraian dan upaya penerjemahan visi dan strategi perusahaan kedalam terminologi operasional (Kaplan dan Norton, 1996).
Konsep Balanced Scorecard ini pada dasarnya merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang keputusan tentang ketentuan pengukuran kinerja yang digunakan BUMN merupakan ketentuan tetap yang harus dilaksanakan yang lebih bersifat kepada pelaporan eksternal, sedangkan dengan sistem pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard masih bisa digunakan untuk saling melengkapi karena metode ini menekankan pada dampak internal perusahaan dalam rangka pencapaian cita-cita yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Konsep Balanced Scorecard inilah yang dipakai penulis sebagai metode untuk mengukur kinerja suatu unit bisnis kerja di perusahaan yang dijadikan tempat penelitian.

C. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana merancang sistem pengukuran kinerja yang lebih integrative dengan melihat beberapa dimensi seperti dimensi keuangan, dimensi pelanggan, dimensi internal bisnis dan dimensi pembelajaran dan pertumbuhan.

D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh sistem pengukuran kinerja perusahaan yang memperhatikan empat dimensi (dimensi keuangan, dimensi pelanggan, dimensi internal bisnis dan dimensi pembelajaran dan pertumbuhan) sehingga mencerminkan strategi perusahaan secara menyeluruh.
2. Memperoleh rumusan strategi dalam bentuk peta strategi (strategy map) perusahaan untuk PT. Telkom Divisi Regional V Jawa Timur.

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan bisa memprioritas kinerjanya secara lebih holistik.
2. Perusahaan bisa mengidentifikasikan kinerja-kinerja mana yang masih harus diperbaiki.

F. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Batasan
a. Peneliti hanya terbatas pada identifikasi program perbaikan pengukuran kinerja dan tidak sampai pada pelaksanaan program perbaikan. Data berdasarkan pada kinerja tahun 2004.
b. Responden yang dipakai dalam penentuan KPI-KPI adalah Kepala DIVRE V dan kepala bagian atau karyawan yang berkompetensi dibidangnya.
c. Responden yang dipakai dalam implementasinya adalah seluruh karyawan DIVRE V Jawa Timur.

2. Asumsi
Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Sistem kerja dan proses produksi yang diamati berada dalam kondisi normal.
b. Visi, misi dan strategi perusahaan tidak berubah selama penelitian.
c. Responden penelitian dan semua pihak yang terlibat dalam brainstorming dianggap mengetahui dengan benar indikator kinerja PT. Telkom Divisi Regional Jawa Timur.

G. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori yang mendasari penulisan tugas akhir ini. Adapun teori-teori yang akan diuraikan disini meliputi tentang konsep pengukuran kinerja, Balanced Scorecard
Dalam bab ini akan dibahas secara singkat tentang Pengukuran Kinerja dan Balance Scorecard.
2.1 Konsep Pengukuran Kinerja
Perubahan kompetisi dipasar global sejak 2 dasawarsa terakhir telah membawa dampak yang sangat luas bagi lingkungan perusahaan internal maupun eksternal pelanggan menjadi sumber kritis terhadap kualitas dari pelayanan pelanggan. Perusahaan-perusahaan yang gagal beradaptasi dengan lingkungan baru akan kehilangan pangsa pasarnya. Oleh karena itu untuk membangun kemampuan kompetisinya banyak perusahaan mencoba mengimplementasikan filosofi baru seperti Total Quality Manajemen (TQM), Just In Time (JIT), Computer Integrated Manufacturing (CIM) dan sebagainya. Implementasi tersebut menuntut perubahan dibidang system pengukuran kinerja sehingga perusahaan tetap bertahan dan terus berkembang. System pengukuran kinerja sangat diperlukan oleh perusahaan.
Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktifitas perencanaan dan pengendalian.
2.2 Balanced Scorecard
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata (1) Kartu skor (Scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu scor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan scor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu scor yang hendak diwujudkan oleh personel dimasa depan dibandingkan untuk melakukan evaluasi atas kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan, kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu jika kartu scor personel digunakan untuk merencanakan scor yang hendak diwujudkan dimasa depan, personel tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan bersifat ekstern.










2.3 Pendekatan Balance Scorecard
Balance Scorecard merupakan system pengukuran kinerja yang paling populer dan banyak diimplementasikan dibanding model lainnya. Di Indonesia, model BSC juga banyak digunakan oleh beberapa perusahaan BUMN dan swasta (Vanany dan Suwignjo, 2000). Pada perusahaan BUMN, sering ditemui adanya modifikasi dengan penambahan perspektif yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat sebagai konsekuensi dari tugas yang diemban oleh perusahaan milik Negara (Sudibyo, 1997; Lucky et al, 2002).
Perspektif Ukuran Kinerja Eksekutif

Keuangan








Customer


Proses Bisnis/Intern

Pembelajaran Dan Pertumbuhan




2.3.1 Konsep Kinerja dengan Balance Scorecard
Pengukuran kinerja adalah salah satu faktor penting bagi perusahaan. Faktor tersebut anatara lain dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menyusun system penghargaan (reward) dan penilaian keberhasilan organisasi atau perusahaan. Telah diketahui bahwa pengukuran keuangan tradisional seperti ROI (Return On Invesment) dan EPS (Earn Per Share) tidak dapat mengukur seluruh kemampuan yang dibutuhkan pegawai. Oleh karena itu, Balance Scorecard berusaha untuk mencapai suatu “keseimbangan” dengan arah mengukur untuk perspektif yang berbeda, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta perumbuhan dan pembelajaran.
Keuntungan dari metode pengukuran kinerja berdasarkan Balance Scorecard adalah karena pendekatan ini berusaha untuk menerjemahkan visi dan strategi suatu perusahaan kedalam tujuan (objectives) dan pengukuran kinerja (performance measurement). Tujuan dan pengukuran kinerja tersebut dibuat strukturnya kedalam empat perspektif Balance Scorecard. Kekuatan lain dari model Balance Scorecard adalah memungkinkan untuk menyusun suatu program peningkatan yang akan membantu perusahaan untuk dapat bertahan hidup dalam jangka panjang yaitu melalui perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Oleh karena tujuan dan pengukuran kinerja ini di turunkan langsung dari visi dan strategi, maka organisasi yang mempunyai visi dan strategi yang berbeda tentunya akan menggunakan pengukuran kinerja yang berbeda pula.
ROCE (Return On Capital Employeed) merupakan pengukuran dari perspektif keuangan. Ukuran ini merupakan hasil dari penjualan yang terus berkembang dan berulang dari pelanggan yang ada dan mencerminkan tingginya tingkat loyalitas diantara pelanggan, hal ini menjadi ukuran dari perspektif pelanggan. Bagaimana cara suatu perusahaan mencapai loyalitas pelanggan? Analisa terhadap preferensi pelanggan mengungkap bahwa ketepatan waktu penyampaian pesanan merupakan salah satu faktor yang mempertinggi customer value. Untuk memperbaiki waktu penyampaian, perusahaan harus mampu memperpendek waktu siklus produksi dan meningkatkan kualitasnya melalui proses internal. Kedua faktor tersebut adalah faktor pengukuran dalam prespektif proses bisnis internal. Perusahaan dapat memperbaiki kualitas dan mengurangi waktu siklus operasi antara lain dengan jalan melakukan pelatihan dan perbaikan tingkat keahlian pekerja.

Sehingga hubungan keempat prespektif Balance Scorecard dapat dilihat seperti berikut:









2.3.2 Balance Scorecard sebagai system manajemen
Tujuan utama Balanced Scorecard tidak hanya dikonsentrasikan
sebagai kumpulan dari pengukuran-pengukuran financial dan non-financial melainkan juga harus merupakan suatu transformasi dari strategi dan tujuan perusahaan. Penggambaran kerangka kerja dari Balanced Scorecard dapat dilihat pada gambar berikut ini:















• Perspektif Keuangan
Untuk berhasil secara financial, apa yang harus diperlihatkan kepada para pemegang saham. Misalnya pendapatan operasional, aliran keuangan.
• Perspektif Pelanggan
Untuk dapat mewujudkan visi, apa yang harus diperlihatkan kepada para pelanggan
• Perspektif Proses Bisnis Internal
Untuk kepuasan para pemegang saham dan pelanggan, proses bisnis apa yang harus dikuasai dengan baik
• Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk dapat mewujudkan visi, bagaimana cara memelihara kemampuan untuk berubah dan meningkatkan diri
2.3.3 Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam system perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memilih karakteristik sebagai berikut : (1) komprehensif, (2) koheren, (3) seimbang, (4) terukur.
1. Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain : customer, proses bisnis / intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Sistem manajemen strategik dalam manajemen tradisional Sistem manajemen strategik dalam manajemen kontemporer
Berfokus ke perspektif keuangan Mencakup perspektif yang komperehensif, keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Tidak koheren a. Koheren
b. Terukur
c. Seimbang
Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini :
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berjangka panjang.
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2. Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, sasaran strategik dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan harus menjadi penyebab diwujudkannya sasaran strategik di perspektif proses bisnis / intern atau customers atau secara langsung menjadi penyebab diwujudkannya sasaran strategik di perspektif keuangan.
Dengan demikian, kekoheranan sasaran strategik yang dihasilkan dalam system perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem peerencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik ang koheran akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka panjang, karena personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis / intern, customers, atau keuangan. Dalam pendekatan Balanced Scorecard, tidak ada inisiatif strategik yang tidak bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu. Kekoherenan sasaran strategik yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan dituntut untuk menjadi institusi pelipatganda kekayaan (wealth-multiplying institution), bukan menjadi institusi pencipta kekayaan (wealth-creating institution).
Kekoherenan juga berarti dibangunnya hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan system perencanaan strategik. Sasaran strategik yang dirumuskan dalam system perencanaan strategik merupakan penerjemahan visi, tujuan, dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan strategi.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh system perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang.
4. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Dalam gambar terlihat bahwa semua sasaran strategik di perspektif nonkeuangan. Semangat untuk menentukan ukuran dan untuk mengukur berbagai sasaran strategik di keempat perspektif tersebut dilandasi oleh keyakinan berikut ini :
If we can measure it, we can manage it.
If we can manage it, we can achieve it.
Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif customers, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
2.3.4 Alasan Penggunaan Balance Scorecard
Jika perusahaan ingin terus tumbuh dan berkembang di area kompetisi, perusahan tersebut harus menggunakan system pengukuran dan manajemen yang diturunkan dari strategi dan kemampuan perusahaan. Balanced Scorecard tetap memakai pengukuran financial sebagai hasil penting dari kinerja perusahaan, tetapi juga memperhatikan keterkaitan antara pelanggan, proses bisnis internal, pegawai, dan sistem informasi menuju kesuksesan financial jangka panjang. Balanced Scorecard menterjemahkan misi dan strategi menjadi objective, yang dikelompokkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu Financial, Customer, Internal Business Process dan Learning & Growth.
Faktor yang memacu kebutuhan perusahaan untuk mengimplementasikan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer (contemporary management tool). Kebutuhan perusahaan untuk mengimplementasikan Balanced Scorecard dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
a. Lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen.
b. Sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
2.4 Objektive Matriks
Objective Matriks adalah suatu sistem pengukuran produktivitas parsial pertama kali dikembangkan untuk memantau produktivitas ditiap bagian perusahaan dengan kriteria produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian tersebut (objective).
Kegunaan Objective Matriks adalah sebagai berikut :
1. Sebagai alat pengukur produktivitas
2. Sebagai alat memecahkan masalah produktivitas
3. Sebagai pemantau pertumbuhan produktivitas

2.5 Score Performance
Hasil kinerja merupakan nilai yang didapatkan dari perbandingan antara target dan realisasi, akan tetapi KPI merupakan matriks yang multi dimensi. Beberapa KPI diukur dalam satuan rupiah, beberapa yang lain diukur dalam satuan persen, kg, buah dan lain-lain. Agar dapat diagregasikan maka pencapaian KPI harus diubah dalam skor yang tidak bersatuan (dimensionless).

2.5.1 Pembobotan dengan menggunakan Analitic Hierarcy Process (AHP)
Proses Hierarki Analytik (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993) dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek atau tidak berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit. Secara umum hierarki dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a. Hierarki struktural, yaitu masalah yang kompleks diuraikan menjadi bagian-bagiannya atau elemen-elemennya menurut ciri atau besaran tertentu. Hierarki ini erat kaitannya dengan menganalisa masalah yang kompleks melalui pembagian obyek yang diamati menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.
b. Hierarki fungsional, yaitu menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian-bagiannya sesuai hubungan esensialnya. Hierarki ini membantu mengatasi masalah atau mempengaruhi sistem yang kompleks untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Konsistensi matriks yaitu inkonsistensi sebesar 10% ke bawah ialah tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP memberikan pembobotan melalui perbandingan berpasangan antar KPI dan kemudian dengan teori eigen vector hasil perbandingan akan dirubah menjadi bobot-bobot KPI. Dengan proses tersebut pembobotan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2.5.2 Traffic light system
Untuk memudahkan pengguna dalam memahami hasil kinerja perusahaan maka hasil pengukuran kinerja diwujudkan dalam bentuk traffic light system. Model tersebut menggunakan tiga warna yaitu merah, kuning dan hijau.
Warna merah, kuning dan hijau didasarkan pada nilai realisasi dibandingkan target dengan memberikan nilai toleransi. Bila realisasi melebihi target maka diberi warna hijau, bila nilai realisasi dibawah target tapi masih dalam batas toleransi diberi warna kuning, sedangkan bila nilai realisasi di bawah target dan di luar batas toleransi diberi warna merah. Untuk menghasilkan tampilan warna pada pengukuran kinerja maka Company Promeasys mempunyai menu untuk mengatur warna secara otomatis.

Gambar 2.5. Setting Coloring System.

H. METODE PENELITIAN
Berikut ini adalah langkah-langkah penyelesaian masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini yang terdiri atas 4 fase sebagai berikut :
1. Fase Perumusan dan Penelitian Awal
2. Fase Pengumpulan Data dan Perancangan
3. Fase Uji Coba Sistem
4. Fase Kesimpulan dan Saran

Gambaran umum mengenai urutan langkah pengerjaan dapat dilihat pada diagram alir seperti gambar berikut :




































Langkah-langkah dari penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Fase Perumusan dan Penelitian Awal
1.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini dilakukan peninjauan awal untuk mengidentifikasi kebutuhan dari system evaluasi jabatan dan kendala-kendala yang sering kali dihadapi. Identifikasi kondisi awal yang akan digunakan untuk merumuskan masalah dengan jelas
1.2 Menentukan Tujuan Penelitian
Dalam menentukan tujuan penelitian yang akan dicapai serta hipotesis awal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
1.3 Observasi
Pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang bersangkutan maupun melakukan observasi langsung yang dapat mendukung peneliti untuk mengetahui bagaimana system dan kondisi yang sedang berlangsung saat ini.
1.4 Studi Pustaka
Studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui metode apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Pada saat ini juga dilakukan eksplorasi terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian yang akan dilakukan ini.
2. Fase Pengumpulan Data dan Perancangan
2.1 Identifikasi Data Yang Diperlukan
Pada tahap identifikasi data yang diperlukan dalam hal ini data-data yang akan diambil oleh peneliti antara lain data nonkeuangan dan data keuangan dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak perusahaan.
2.2 Identifikasi Objektif Perusahaan
Pada tahap ini dilakukan dengan cara wawancara dan internal dokumen dengan pihak perusahaan terutama top management (Leader).

2.3 Identifikasi KPI-KPI
Pada tahap Identifikasi KPI-KPI dilakukan dengan cara wawancara dengan kepalaDIVRE Jawa Timur dan seluruh Kadin yang terkait dan melakukan studi literatur mengenai KPI-KPI yang akan diambil.
2.4 Perancangan KPI
Pada tahap perancangan KPI dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner kepada pihak perusahaan.
2.5 Verifikasi KPI
Pada tahap verifikasi KPI akan dilakukan uji verifikasi mengenai KPI-KPI apakah sesuai atau belum dengan pihak perusahaan, jika belum akan dilakukan pengidentifikasian KPI-KPI. Jika sudah verifeid maka dilanjutkan pada tahap berikutnya.
2.6 Pembobotan Dengan AHP
Upaya pembobotan dilakukan karena tingkat kepentingan bagi perspektif, strategi objectif dan KPI tidak sama. Pembobotan dengan memperhatikan hubungan antar strategi objektif berikut KPI-KPI-nya yang divisualkan dengan Strategi Map-nya. Nilai bobot yang lebih besar pada strategi objektif atau KPI-nya menunjukkan lebih dipentingkan oleh pihak manajemen dibanding strategi objektif atau KPI-nya yang lain.
3. Fase Uji Coba
3.1 Pengukuran Kinerja
3.2 Penilaian rancangan dan pemahaman sistem dengan menggunakan system Traffic Light
3.3 Perumusan Program Perbaikan
4. Fase Kesimpulan dan Saran
Dalam fase ini dilakukan adalah penarikan kesimpulan dan saran dari seluruh tahap yang telah dilalui. Kesimpulan harus dapat mengungkapkan hal-hal pokok yang diperoleh inti sari dari penelitian. Sedangkan saran ditujukan untuk memberikan petunjuk bagi pengembangan dan penelitian sejenis yang terkait yang mungkin akan dilakukan. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dapat dajukan saran-saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk perbaikan kinerja di masa mendatang.

I. DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, 2001. “Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan”, cetakan pertama edisi 2.
Saaty, T. L., 1993. Decision Making for Leader : The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World, Prentice Hall Coy. Ltd, : Pittsburgh.
Sudibyo, B., 1997. “Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Balanced Scorecard: bentuk, Mekanisme, dan Prospek Aplikasinya pada BUMN:, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 12, No 2.
Suwignjo, P., dan I.. Vanany, 2000. Studi Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard di BUMN, Lemlit ITS, Surabaya.
Suwignjo, P., I.. Vanany, dan Lucky P. I 2002. “Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard pada Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus PT. Industri Sandang Nusantara Unit Pemintalan Lawang)”, Proceeding Seminar Nasional, TIMP II.
Vanany I, 2002. “Aplikasi Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja”, Proceeding of The Indonesian Symposium of Analytical Hierarchy Process II (INSAHP), UK. Petra, Surabaya.
Vanany I, 2003. “ Aplikasi Analytic Network Process (ANP) pada Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja (Studi Kasus pada PT. X), UK. Petra, Surabaya.

1 komentar:

oktawidya mengatakan...

salam kenal, mas...
saya okta...

kalau tidak keberatan, saya boleh dikirimkan referensi mengenai balanced scorecard? kebetulan saya sedang mengerjakan tugas akhir dengan topik balanced scorecard.

terimakasih..